Mardani H. Maming |
Para profesor yang menyampaikan desakan ini adalah Prof. Dr.
Topo Santoso, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia; Prof.
Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum., mantan Rektor Universitas Diponegoro dan
Guru Besar Hukum Administrasi Negara; serta Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H.,
L.LM., Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran.
Sekadar informasi, Mardani H. Maming telah divonis oleh
Pengadilan Tinggi Banjarmasin dengan pidana 12 tahun penjara, denda Rp 500
juta, dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar.
Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H. menilai bahwa Mardani H. Maming seharusnya dibebaskan karena terdapat kekhilafan dalam putusan hakim. Sebagai anggota Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU KUHP Nasional, Prof. Topo menyebutkan adanya kekeliruan dalam putusan tersebut.
Menurutnya, unsur penerimaan hadiah dalam pasal yang
didakwakan tidak terpenuhi, karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti
fee, dividen, dan utang-piutang merupakan hubungan keperdataan, bukan pidana.
Prof. Topo menegaskan bahwa putusan Pengadilan Niaga yang ditempuh dalam sidang
terbuka menunjukkan tidak adanya kesepakatan diam-diam antara Mardani dan pihak
lain. Sehingga, tidak ada niat jahat (mens rea) pada perbuatan terdakwa.
Senada dengan itu, Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum., Guru Besar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Diponegoro, juga menyampaikan dukungan atas pembebasan Mardani.
Menurutnya, keputusan Mardani selaku Bupati terkait pemindahan IUP dari aspek hukum administrasi sah dan tidak pernah dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang berwenang dalam hukum administrasi.
Prof. Yos menjelaskan bahwa Pengadilan
Tipikor, sebagai pengadilan pidana, tidak memiliki wewenang untuk menilai keabsahan
keputusan administrasi tersebut, dan tidak ada pelanggaran hukum administrasi
yang dapat dijadikan dasar pidana terhadap Mardani. Selain itu, ia menyebutkan
bahwa Pasal 93 ayat 1 UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba mengatur larangan
kepada pemegang IUP (pihak swasta), bukan kepada Bupati, sehingga Mardani tidak
bisa dipersalahkan.
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.LM., Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, yang juga Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK, mengungkapkan adanya delapan kekeliruan serius dalam penanganan kasus ini.
Menurutnya, tuntutan dan putusan
pemidanaan lebih didasarkan pada interpretasi subjektif penegak hukum daripada
fakta hukum yang nyata. Prof. Romli menegaskan bahwa proses hukum terhadap
Mardani menunjukkan kesesatan hukum yang serius.
Ketiga profesor tersebut sepakat bahwa, berdasarkan
argumentasi hukum dan fakta-fakta persidangan, Mardani H. Maming harus
dibebaskan. (*)